#a trust
Kepulangan Jay dari Bali tak seperti bisnis trip yang biasanya. Harusnya ketika pulang, Jay sudah menghabiskan waktu di sofa untuk Netflix and chill bareng istrinya sambil ngobrol-ngobrol santai. Yaa semacam quality time berdua setelah beberapa hari tak ketemu.
Tapi, hari itu berbeda. Sikap Jay berbeda, ia duduk di sofa yang berbeda dengan Renata, seolah menjaga jarak.
Renata pun sama. Tak ada satupun keinginan dalam dirinya untuk minta maaf, karena dirinya mengaku tidak melakukan kesalahan apapun. Tuduhan selingkuh hingga membawa latar belakang keluarganya yang dari panti asuhan sudah cukup membuat hatinya teriris. Ia disudutkan dan tak sedikitpun diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya bukanlah seperti yang dituduhkan padanya.
Apa yang lo bayangkan? Lo berada di tengah-tengah keluarga Hartono, ya pasti gak bakalan kelar cuma karena lo minta maaf.
Untungnya pria itu cukup bijaksana, tak ingin membesar-besarkan kejadian di group keluarga dan malah membicarakan berdua dengan Renata. Ia bahkan membungkam Aurora, adik sepupunya yang memberi informasi tuduhan Renata.
“Masih suka sama Winarta?”
Renata mendesah lelah, pertanyaan itu seperti pertanyaan jebakan. “Jemput temen di bandara dan ngajak keliling-keliling Jakarta itu dianggep suka?”
“Mungkin.”
“Kamu percaya sama aku?” tanya balik Renata, tatapannya lurus ke wajah suaminya, mencari jawaban dari wajah kaku Jay yang tak berekspresi. “Jay? Aku tanya ke kamu, kamu percaya gak sama aku?”
Jay membisu, tak ada tanda-tanda akan menjawab pertanyaan Renata.
“Kalo kamu aja udah gak percaya sama aku, terus kita nikah landasannya apa, Jay? Kamu kira modal cinta aja cukup buat pernikahan utuh sampai kita kakek-nenek? No. Ada yang namanya komitmen dan kepercayaan. Aku memilih kamu, aku komitmen sama kamu bahkan sejak kamu nembak aku di depan kampusku.”
Renata menghela nafas, kembali berucap karena Jay tak kunjung membalasnya. “Kita udah pacaran lama, dibandingin kamu, Winarta itu gak ada apa-apanya.”
“Kalian mau ketemuan lagi setelah kejadian ini?” tanya Jay dengan tangan terlipat di depan dada.
“Nggak mungkin, kalo emang harus milih antara dia atau kamu, jelas aku pilih kamu.”
Jay berdeham kecil, “serius?”
“Iya,” jawab Renata mantab.
Tangan Jay terulur, “sini,” ucapnya sambil menarik lengan Renata mendekat dan membuat Renata pindah posisi di sebelahnya. “Aku percaya sama kamu,” ujarnya kemudian.
Renata menghela nafas lega lalu lari ke pelukan suaminya yang berhasil ia yakinkan. Tak peduli kalau bajingan-bajingan itu bilang ia selingkuh, kalau Jay percaya ia tak melakukannya, itu sudah cukup untuk Renata.
“Kalo kamu janji gak bakalan ketemu cowok itu lagi, aku percaya sama kamu.”
Walau satu masalah telah teratasi dengan kepala dingin, Renata tak henti-hentinya menahan dirinya untuk tidak menangis. Secara sadar, hubungannya dengan Jay berubah menjadi hubungan yang tak sehat. Keterlibatan saudara sepupu yang terlalu kuat membuat Renata tak tenang.
Oh, Tuhan, jika memang aku tak bisa berbaikan dengan keluarga ini maka biarkanlah begini adanya. Tapi tolong jangan buat Jay memandangku seperti orang-orang di Hartono (kecuali Carlos) memandangku, doa Renata dalam hati, menguatkan dirinya sendiri.