ceciliannee

doubt

#doubt

Kedatangan Ruby dalam diamnya bagai pucuk anak panah yang siap melesat ke batok kepala Renata. Tatapannya tajam, gesturnya terlihat penuh dengan kemarahan, dan kebisuannya membuat Renata gila. Tidak pernah ia melihat cewek itu sinis begitu terhadapnya.

“Ruby, gue mau jelasin semuanya, mau dengerin?” tanyanya melawan rasa anxiety disekujur dadanya sembari mengelus-elus permukaan perutnya yang kian membesar.

Ruby menjatuhkan kantung belanjaan besar, sengaja membanting bahan-bahan dapur tak bersalah itu ke meja, lalu ia berdiri berkacak pinggang di samping kulkas. “Jadi lo selama ini bohongin gue? Iya, Ren? Lo bilang udah gak ada hubungannya sama Hartono-Hartono sialan itu, then here we are, we live in Hartono's Beach House berbulan-bulan for God's sake!”

“Listen,” kata Renata menarik nafas dalam-dalam, “ini beach house atasnama gue dan semuanya emang udah direncanain sama Jay.”

“Jadi lo gak beneran cerai sama Jay?”

“Legally? Yes.” Renata mendekati sahabatnya itu dan menenangkannya lewat sentuhan. “Emang mana ada sih, By, cerai di hadapan Tuhan?”

Ruby mengangguk-anggukan kepala, mulai tenang. “Tapi kenapa lo gak cerita ke gue? Gue kira lu udah gak ada sangkut-pautnya sama Hartono lagi. Gak capek apa, Ren? Gue orang luar aja capek liat lo begini terus.”

“Capek, By, capek lahir batin gue. Tapi Jay lagi ngusahain semuanya, dia lagi cari jalan biar bisa keluar dari lingkaran setan keluarganya. Buat gue, buat anak kita.”

“Ya right.”

“Beneran.” Renata menarik Ruby untuk duduk di meja makan dekat dapur, “semua aset dia dialih nama ke nama samaran, Jordan sama Regina Hendrawan.”

“So you guys make a clone? Nice.”

Renata terkekeh, “percaya deh, By, gue gak bisa tinggalin dia bareng si Hartono lain yang gila harta. Gue gak bisa mengulang sejarah trauma masa kecil Jayson lagi, Ruby.”

“Gue gak tau apa yang Jay bilang lo. Oke. Gue gak tega liat anak lo gapunya bokap, tapi here's the thing, Ren.”

“Theodore Hartono udah jadi CEO, Aurora mau masuk ke jajaran dewan, Carlos? Dia tetep di posisi Direksi Operasional. Jayson? Dia udah keluar dari Hartono. Dari mana gue tahu? It's all over the news, dumbass! Lo dibohongin mantan suami lo AGAIN!”

“Enggak, By, gue tahu—”

“No no no, you don't understand, Renata!” Ruby menaikkan nada ucapannya karena lawan bicaranya terlalu lugu, “dengerin gue. Kalo emang rencana Jayson buat ninggalin Hartono dan dia mau bersama sama lo, sama anak lo, then where's him now? Dia tinggalin lo disini, apa itu yang lo bilang ninggalin Hartono dan mau hidup bareng lo? I guess no.”

Ruby begitu jelas memaparkan realita, sudah cukup tamparan yang ia layangkan padanya hingga Renata tak lagi bisa mengelak. Tapi di sisi lain, kepercayaannya yang begitu besar untuk Jayson juga tak bisa dianggap sepele. Ia sudah sejauh ini mengarungi rencana pria itu, sayang sekali harus gugur di tengah jalan akibat perkataan Ruby yang begitu meyakinkan dan terdengar realistis ketimbang happily ever after yang direncakan Jayson.

Lah iya bener juga, lo bego juga ya Ren?

“Lo mau saran dari gue?”

Renata menatap manik Ruby, bergantian yang kanan dan yang kiri, lalu mengangguk perlahan karena ternyata dirinya sehopeless itu pada jalan takdirnya.

“Mumpung ponakan gue ini masih enam bulan, ayo kita pergi, Ren, kita gedein bareng. Gini-gini gue dulu pernah ngurusin bayi di panti asuhan.”

“Are you sure?” Nyali Renata menciut, untuk kabur sejauh ini—sampai ke Labuan Bajo—dengan rencana matang dari Jayson saja ia ragu, apalagi tanpa rencana begini.

“Lo masih ada duit?”

Renata meringis dengan pertanyaan Ruby, “ikut gue ke kamar gue sini.”

“Dih apaan lo? Gila karena Jayson lo ngajak gue lesbian?”

“Lo mau tau gue ada duit apa kagak?” jawab Renata emosi dengan toyoran di kepala Ruby yang lumayan sakit.

Ruby mengusap kepalanya pelan sembari mengikuti si ibu hamil masuk ke dalam kamarnya. Ia manatap Renata penuh pertanyaan ketika wanita itu menarik sesuatu dari bawah ranjang, tas camping besar warna gelap.

“HOLY MOLLY—,” spontan Ruby membelalakkan matanya melihat isi tas camping itu yang penuh dengan uang pecahan 100 US Dollar, “darimana lo dapet duit Dollar segini banyak, woi?! Lo jual diri?”

Renata mengambil satu bandle uang dan menimpuk mulut Ruby yang kurang ajar. “Jayson bilang kalo gue bawa duit Rupiah bakalan kelacak sama Hartono, jadi tiap minggu gue ke bank tuker beberapa duit biar jadi Rupiah.”

“Anjir,” komentar Ruby dengan mulut melongo, tak pernah ia lihat begitu banyak wajah Benjamin Franklin terpampang di dalam tumpukan uang kertas itu. “Duit segini sih bisa dijadiin modal bisnis, lo masukan deposito, bunganya bs bikin lo idup bertahun-tahun.”

“I was thinking about deposito juga, tapi duit sebanyak ini bakalan kelacak sama Bank Indonesia,” kata Renata duduk di pinggiran ranjang, “kalo kelacak Bank Indonesia, jelas kelacak sama keuangannya Hartono. Kelacak Hartono, ya ntar Theo tahu. Theo tahu, Jayson tahu, dahlah males mikir gue capek.”

“Book flight ke London, sekarang.”

Renata mendesah, “By, gue gak yakin mau terbang disaat gue hamil gede begini.”

“Lo cuma enam bulan jangan manja!” Ruby berkacak pinggang lagi, “lo mau disaat perut lo sembilan bulan terus tiba-tiba duit ini diambil alih Hartono dan lo lahiran tanpa uang sepeserpun? Udah buruan kita kabur, gue yakin gak lama buat Jayson bisa khianati keluarganya cuma buat lo. Remember, lo orang lain, sedangkan mereka saudaranya.”

“Tapi—”

“Lo kira diantara kalian siapa yang Jayson pilih? He choose blood, blood is thicker than anything in this world, Renata, would you please ikutin aja rencana gue?”

“Tapi anak di kandungan gue juga—”

“Blood?” Ruby memotong ucapan wanita di depannya sambil terkekeh sarkastik, “sekarang gue tanya ke lo. Jayson Hartono ninggalin nama besar keluarganya, living a simple live with you and your baby. Is it cliché or he just dumb? Gak mungkin buat orang kayak Jayson ninggalin dinasti keluarganya. Periodt.”