#family gathering gone wrong
Perjalanan dari studio Renata ke rumah inti terasa singkat, mau tak mau harus berhenti karena BMW Jay sudah masuk ke garasi rumah inti. Ekspresi Renata yang ceria seketika lenyap, seolah tahu apa yang akan ia hadapi beberapa menit kemudian. Shit, here we go again..
Jay mematikan mesin mobil, melirik tampang Renata yang tegang. “Udah cuek aja, oke?”
Renata tertawa kaku, “apanya?”
“Aku tahu kok,” jawab pria itu lalu melepaskan seatbelt nya, “aku diem aja di group keluarga bukan berarti aku gak tahu apa-apa. Tapi percuma ngeladenin orang kayak mereka, gak bakal ada habisnya.”
Renata terkekeh, wajah tegangnya perlahan cair. “Aneh aja, dulu pas kita masih pacaran mereka gak sejudes ini loh ke aku. Am I do something wrong?”
“Ya karena dulu pas kita pacaran, kamu bukan ancaman buat mereka,” jawab Jay santai, keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Renata tanpa beban. Seolah yang ia katakan barusan itu hal sepele. “Kalo kita menikah, itu baru beda.”
“Apanya yang beda?”
“Ya jelas beda dong,” Jay terkekeh kecil.
Renata keluar dari mobil, berjalan beriringan dengan Jay untuk masuk ke rumah inti Hartono yang penampakannya mirip kastil. Ia masih bingung, ya tak ada yang lebih membingungkan dari keluarga kaya raya yang pulang ke rumah mereka hanya untuk tanda tangan peralihan surat saham.
“Saham mereka harus dibagi lagi sama punya kamu, belum lagi pembagian obligasi dan semua asset kepemilikan Opa.”
“Emangnya harus, ya?” Renata mendelik, “kalo aku bilang ke notarisnya aku gakmau bagian hartanya Opa, apa mereka bakalan baik ke aku?”
Melihat betapa polos dan lugunya Renata, Jay tertawa. “Bukan gitu cara kerjanya, sayang,” ujarnya mengusap rambut Renata perlahan. “Kalo kamu gak dapet pembagian saham, Opa bakalan bangkit dari kubur dan marahin aku.”
“Aku gak ngerti konsepnya keluarga Hartono ini kayak gimana.”
“Gini.. kamu tahu kan aku ini cucu pertamanya Opa? Kalo aku gak nikah, harusnya semua empire businessnya Opa jatuh ke tangan Theo dan anak cucu keturunannya, tapi berhubung aku nikah, yaudahdeh jadinya ke aku.”
Gampang bener nih orang ngomongnya, batin Renata menatap Jay dengan pandangan cukup kaget. Ia hanya lanjut masuk kastil, membuang ekspresi bingungnya dan tersenyum lebar begitu melihat Aurora duduk di sofa ruang keluarga sambil scrolling fyp tiktok.
“Welcome home, my dear cousin and cousin in law,” ujarnya ogah-ogahan, tanpa sedikitpun melihat kedatangan Jay dan Renata. Bisa dibilang, sepupu bungsunya Jay itu berada di pihak netral.
Theo di sofa yang lain, duduk bersama Mr. Chou, notaris keluarga Hartono turun temurun. Wajahnya sangar, tangannya menunjuk jam di pergelangan tangan dan pasang muka masam seolah bilang kebiasaan telat banget sih lo? ke arah Jay.
Shella pun nampak tak minat dengan pertemuan mendadak keluarga Hartono. Ia sibuk memainkan kukunya yang baru dipoles pagi ini tanpa sedikitpun berbicara.
Renata menelan salivanya kasar. Ia duduk di sebelah suaminya, tak jauh dari Theo yang memberinya tatapan garang. Oh, dear Lord, help me. Ini kalo ada Carlos, suasananya gak bakalan kayak gini deh.
Jay mendekatkan wajahnya ke telinga Renata dan membisikkan sesuatu, “ini semua kelar kita langsung pulang apart, ya? Wanna share the bath up tonight?”
Kerlingan nakal Jay sedikit menghibur Renata. Ia menepuk kecil paha suaminya dan mencoba kembali fokus pada apa yang notaris keluarga ucapkan.
Walau sebenarnya ada berberapa hal yang sedikit mengganjal benaknya.
Mr. Chou, notaris paruh baya yang telah melayani administrasi keluarga Hartono itu pamit undur diri. Kepergian pria itu meninggalkan lima pasang mata di ruang keluarga itu saling pandang satu sama lain dalam keadaan super duper awkward.
Renata memandang keempat orang disana—suaminya, Theo, Shella dan Aurora—dengan pandangan heran. Ini kalian keluarga loh woi? Basa-basi apa kek? Ngomong apaan kek? KENAPA UPNORMAL BANGET NIH KELURGA?! batinnya menjerit, merasa tidak nyaman di lingkungan keluarga yang kurang rukun begini.
Ketika Shella berdeham dan membuat semua orang melihatnya, Renata pikir suasana akan menghangat. Oh, ternyata tidak hanya hangat, tapi terbakar.
“Gue hamil,” ucapnya datar, tanpa airmukanya yang judes seperti biasanya.
Semuanya mendelik, bahkan suaminya Theo pun kaget. “For real?” Theo memastikan, ia mendekati Shella dan memeluknya.
Ia tersenyum. Theodore Hartono tersenyum. Renata cukup kagok melihat senyuman di wajah cowok itu karena well hell that motherfucker never smile to me, anjir!.
Renata menangkap seringaian kecil dari Theo ketika memeluk istrinya. Bukan ke arah Renata, lebih tepatnya untuk Jay yang duduk di sebelahnya. Dan Jay menatapnya dengan mata tajam sebagai balasan seringaiannya. Mau kabar baik atau burukpun, keluarga Hartono pasti tak bisa akur, huh?
What a bunch of assholes.