#the meeting

Theo dan Carlos datang bersamaan ke Hartono Hall pada pagi Senin itu dengan pakaian terbaik mereka. Jas mereka licin, Carlos mengenakan setelan navy sementara Theo berjas maroon. Mereka berdua datang untuk menjemput kemenangan atas Jayson yang baru beberapa bulan menduduki kursi CEO, itupun terkesan seperti paksaan karena Surya Hartono tiba-tiba wafat.

Hall yang diisi meja berbentuk setengah lingkaran dengan fokus ke satu layar itu masih kosong, terpantau hanya Jayson dengan setelan serba hitamnya yang duduk di salah satu audience, diam menatap layar ponselnya dengan wajah agak mengantuk.

“Insomnia?” suara Theo menggema ke penjuru Hall yang sepi, menyapa sekaligus mengomentari sepupunya yang berjarak hanya dua tahun itu.

Jayson tersenyum di tempatnya sembari menahan kantuk. “Lil bit, I had the worst flight.”

Carlos mengambil duduk di sebelahnya lalu membuka ponselnya, “habis darimana? Kenapa gak pake private jet Hartono? Nganggur tuh ada lima.”

Jayson tak begitu menanggapi pertanyaan Carlos mengingat mereka bertiga kembali sibuk masing-masing dengan layar ponselnya. Ia pun tahu bahwa adik sepupunya itu hanya berbasa-basi, tak betulan perhatian.

“Jay,” panggil Carlos pelan, “rapat hari ini kita adakan secara fair, mulai dari voting dan semuanya jadi no hard feeling ya.”

“As a CEO, semuanya jadi no hard feeling when it comes to the business, brother,” jawab Jay santai, tak tahu menahu apa yang akan terjadi dalam beberapa jam kemudian.

Get out of there, Jay, they gonna eat you up. Alive.


“Kan gue udah bilang, Jay, no hard feeling.”

Theo memiringkan bibirnya, memasang tampang arogan karena dirinya resmi menjadi CEO Hartono Group yang baru terhitung periode tahun 2021. Wajah dan gesturnya seketika berubah. Belum apa-apa ia sudah merasa bisa mengendalikan apapun yang terlibat di Hartono Group.

Ekspresi Jayson setenang air, ia mengaku menerima kekalahannya dan pemecatannya sebagai CEO perusahaan keluarganya. “Congratulation, brother,” ucapnya berjalan mendekat ke arah Theo dan merentangkan dua lengannya untuk memeluk sepupunya itu.

Hampir saja Theo kira Jayson akan memeluknya ketika kepalan tangan Jayson melayang ke sisi wajahnya, membuat Theo tersungkur hanya dalam sekali pukulan. Carlos, Johnny dan Dirga langsung turun dari meja audience dan mendorong Jayson untuk menjauhi badan Theo di lantai.

“You son of a bitch!” teriak Jayson murka, “gue tahu lo rencanain semua ini kan, bajingan? Liat aja lo, HG bakalan jadi debu satu dekade kedepan kalo punya CEO modelan kayak lo!”

Butuh Carlos dan Johnny untuk mendorong tubuh Jayson keluar dari ruangan Hall yang luas. Sementara Dirga membantu Theo untuk berdiri karena kepalanya mulai pening terkena pukulan maut Jayson. Bahkan hidungnya mengeluarkan banyak darah.

“Apa harus kayak gini?” Dirga bergumam, menangkap seringaian Theo di tengah-tengah hidungnya yang mimisan. “I mean lo bisa kan ngomong baik-baik ke Jay, you two would be a great deal in business world kalo kalian kerjasama.”

Masih dalam bopongan tangan Dirga, Theo nyengir. “Sejak awal gue tahu, gue sama dia gabakalan cocok. Dia dengan logikanya yang kurang—atau bahkan gak punya logika karana terlalu mengandalkan feeling. Cih! Untungnya sekarang dia beneran lengser.”